kangbayu.my.id - Bagi anda yang gemar kopi dan rokok, atau membencinya, sangat pas membaca buku ini untuk menambah kebijaksanaan dalam bergaul. Pendapat yang diambil juga memiliki landasan kuat. Bahwa selamanya yang nikmat menurut kita belum tentu bagi yang lain, atau yang menurut kita racun, belum tentu jika dikaji lebih lanjut.
Salah satu karya ulama Nusantara mengenai rokok yang biasa orang NU kenal adalah kitab Irsyadul Ikhwan karya Syeikh Ihsan Jampes. Kitab yang masih dikaji beberapa pesantren di Jawa ini sebenarnya berjudul lengkap:
( شرح منظومة إرشاد الإخوان لبيان شرب القهوة والدخان)
“Syarhi Mandzumati Irsyadil Ikhwani li Bayani Syurbil Qahwati wad Dukhan”, terjemahannya adalah penjabaran terhadap karya hafalan berjudul ‘Irsyadul Ikhwan li Bayani Syurbil Qahwati wad Dukhan’.
Sang pengarang kitab yang lebih sering disebut sebagai Syeikh Ihsan Jampes adalah Ihsan bin Muhammad Dahlan dari Jampes Kediri Jawa Timur. Jampes kini merupakan nama sebuah dusun yang termasuk bagian dari desa Putih kecamatan Gampengrejo Kabupaten Kediri. Ayah Syeikh Ihsan, KH Muhammad Dahlan, adalah pesantren yang dikenal sebagai Pondok Pesantren Jampes, dirintis sejak 1886 M.
Kitab Irsyadul Ikhwan memuat bait-bait yang ditulis dalam aturan bahr rajaz. Bahr adalah rumus-rumus penulisan bait qasidah yang merupakan karya puitik klasik Arab. Jenis bahr pun bermacam macam yang aturannya tertuang dalam ilmu arudl atau dalam teori bahasa-sastra disebut ilmu prosodi.
Sebagai pembuka kitab Syeikh Ihsan menyebutkan pujian kepada Allah yang menjadikan perbedaan pendapat antara umat Islam adalah rahmat. Ungkapan ini bermakana sangat dalam karena sejak awal Syeikh Ihsan telah memberi landasan pemahaman bahwa pembahasan rokok memang melahirkan ikhtilaf antar banyak ulama. Ikhtilaf ini pula yang selanjutnya dipaparkan apa adanya dalam kitab tersebut.
Ada empat bab yang termuat dalam kitab, pertama menerangkan seputar permasalahan kopi dan rokok, kedua menerangkan pendapat-pendapat yang mengharamkan rokok, ketiga menerangkan pendapat-pendapat yang menghalalkan rokok sekaligus menangkis pendapat-pendapat yang mengharamkan dan terakhir adalah hal-hal seputar rokok dala hubungannya dengan hukum fikih secara umum.
Persoalan kopi hanya cukup dibahas pada satu bab saja mengingat ikhtilaf pada status kopi ini tidak begitu menguat. Kebanyakan ulama memutuskan bahwah status kopi adalah mubah. Setelah menunjukkan pendapat yang menghalalkan rokok, Syaikh Ihsan memaparkan bagaimana rokok dipandang dari sudut pandang kasus-kasus fikih yang lain.
Karakteristik penulisan kitab semacam ini senada dengan metode pembahasan fikih ala NU dan pesantren. Segala pendapat dipaparkan untuk memberi gambaran cakrawala yang luas kepada pembaca. Meskipun pada akhirnya Syeikh Ihsan yang seorang penikmat rokok dan kopi itu meyakini kehalalan rokok namun pendapat yang mengharamkan tidak ditutup-tutupi. Ia pun memaparkan nama-nama ulama yang mengharamkan rokok tersebut dengan sikap karya tulis yang penuh hormat.
Bab kedua khusus membahas tentang pendapat yang mengharamkan rokok. Ada banyak nama ulama di sini yang dipaparkan beserta argumentasi yang membangun pandangan mereka. Pada akhir bab ini ada sedikit kilasan atas argumentasi secara umum yang membangun keputusan rokok oleh para ulama.
Pada bab ketiga nama yang ditulis pertama sebagai ulama mazhab yang menghalalkan rokok adalah Syeikh Abdul Ghani An Nablusi (- 1143 H), ulama mazhab Hanafi yang memiliki risalah berjudul Assulhu baynal Ikhwan fi Hukmi Ibahati Syurbid Dukhan, yang sebagian isinya dicuplik oleh Syeikh Ihsan. An Nablusi menyatakan bahwa banyak orang yang bodoh keliru dalam menyebut bahwa tembakau itu merugikan badan dan akal. Sebaliknya menurut An Nablusi sebaliknya tuduhan itu salah sehingga tembakau mesti kembali kepada hukum asalnya yaitu mubah. Bagian karya An Nablusi yang dicuplik Syeikh Ihsan dalam kitabnya merupakan bait-bait syair dengan rima sastra bahr basith.
Halaman akhir dari karya An Nablusi yang baitnya dinukil di dalam kitab Irsyadul Ikhwan karyaSyeikh Ihsan Jampes
Selanjutnya dijelaskan nama-nama lain yang mendukung kebolehan rokok yaitu As Syibramalisi (- 1087 H), Al Halabi (- 1044 H), Al Barmawi (- 1106 H) dan Al Babili (1077 H). Nama-nama ulama yang ditulis Syeikh Ihsan sebagi pendukung kehalalan rokok tersebut kesemuanya merupakan ulama Mesir yang bermazhab Syafi’i. Menurut Al Babili rokok itu mengandung keharaman namun tidak bersifat li dzatihi (inheren) melainkan karena faktor eksternal. Maksud faktor eksternal di sini adalah jika orang tahu bahwa rokok itu akan mengakibatkan bahaya baginya, saat itulah keharaman akan timbul. Secara inheren rokok itu tidak bersifat memabukkan dan tidak termasuk barang yang najis.
kiranya buku ini sangat netral pembahasannya mengenai fokus kopi dan rokok yang selama ini menjadi permasalahan masyarakat di era perkembangan dunia kesehatan seperti sekarang ini. Penjelasan yang diberikan diambil dari referensi dunia, tidak hanya dari lokal saja. Sebagai pengimbang wawasan, supaya tidak terpaku kepada kebiasaan merokok dan minum kopi orang Indonesia saja. Penulisan buku ini juga kiranya menjadi pencerah dan pembuka hidayah bagi yang selalu nyinyir dengan apa yang tidak baik menurutnya, khususnya dalam hal kopi dan rokok.
Kategori
Artikel