Namun, seringkali terjadi halusinasi di kalangan umat Islam, terutama di kalangan Nahdlatul Ulama (NU), bahwa mereka harus melawan hantu Salafi Wahabi yang konon mengancam tradisi Islam moderat di Indonesia. Padahal, jika kita menelusuri sejarah NU dan gerakan Salafi Wahabi, ternyata kedua kelompok ini memiliki sejarah yang panjang dan saling mempengaruhi.
NU sendiri adalah organisasi Islam tertua di Indonesia yang didirikan pada tahun 1926 oleh Hadratussyaikh KH Hasyim Asy'ari. NU merupakan kelompok Islam moderat dan toleran yang menghargai tradisi Islam lokal dan menyelaraskan dengan nilai-nilai Islam universal. Sedangkan gerakan Salafi Wahabi berasal dari Arab Saudi yang muncul pada abad ke-18 oleh Muhammad bin Abdul Wahab. Gerakan ini dikenal dengan interpretasi literal terhadap ajaran Islam dan menolak adat dan tradisi Islam lokal yang dianggap menyimpang dari Islam asli.
Meskipun ada perbedaan pandangan antara NU dan Salafi Wahabi, namun tidak benar jika dikatakan bahwa NU harus melawan gerakan Salafi Wahabi yang disebut sebagai hantu. Kedua kelompok ini sebenarnya memiliki pandangan yang saling melengkapi dan bisa saling belajar. NU dapat belajar dari Salafi Wahabi mengenai pemahaman literal terhadap ajaran Islam yang lebih akurat, sementara Salafi Wahabi dapat belajar dari NU mengenai nilai-nilai toleransi dan moderasi dalam beragama.
Sebagai contoh, NU dapat belajar dari Salafi Wahabi mengenai pentingnya pemahaman literal terhadap Al-Quran dan Hadits, sehingga tidak terjadi pemahaman yang salah terhadap ajaran Islam. Sementara Salafi Wahabi dapat belajar dari NU mengenai toleransi dan kerukunan antarumat beragama yang merupakan nilai-nilai penting dalam Islam.
Maka, daripada terus membangun halusinasi bahwa NU harus melawan hantu Salafi Wahabi, sebaiknya kedua kelompok ini saling menghormati dan saling belajar. Hal ini sangat penting mengingat Indonesia sebagai negara dengan mayoritas penduduk Muslim terbesar di dunia, harus menjadi contoh bagi dunia dalam membangun Islam moderat, toleran, dan inklusif.